Kementan Dorong Peningkatan Ekspor serta Konsumsi Protein Hewani Produk Ayam

By Ahmad Rajendra


Nusakini.com--Bogor--Ketersediaan komoditas ayam dan telur telah dinyatakan surplus, bahkan sudah diekspor ke beberapa negara. Hal itu disampaikan oleh I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, dalam sambutannya yang dibacakan oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Fini Murfiani pada acara Festival Ayam dan Telur (FAT) 2019 di bogor, minggu 4/8/2019. 

Kegiatan tersebut dihadiri Wali Kota Bogor, Aria Bima, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat, Rektor Institut Pertanian Bogor, Kepala Dinas Pertanian Kota Bogor, Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia, serta asosiasi-asosiasi perunggasan sepetti, GPMT, GOPAN, GPPUI, PINSAR dan Warga Kota Bogor, 

Ketut menyebutkan bahwa berdasarkan data statistik peternakan ada peningkatan tajam pada produksi unggas nasional. Pada awal tahun 1970-an produksi daging ayam ras hanya sebesar 15% dari kebutuhan nasional, sedangkan pada tahun 2018 sesuai dengan data BPS produksinya telah mencapai 3.565.495 ton atau 116,9% dari kebutuhan nasional sebesar 3.047.676 ton, sedangkan untuk produksi telur ayam tahun 2018 sebanyak 1.756.691 ton atau 101,5% dari kebutuhan nasional sebesar 1.730.550 ton. Kondisi surplus produksi ini sangat potensial untuk dilakukan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan untuk pasar domestik maupun ekspor. Pada saat ini tercatat produk ayam Indonesia telah di ekspor ke Jepang, Timor Leste, dan Myanmar.

Ketut juga mengungkapkan bahwa pengolahan hasil peternakan, khususnya olahan daging ayam dan telur sangat mudah ditemui dimana saja. Produk olahan hasil peternakan perlu diproses dengan tata cara yang baik (good practices), dari mulai penanganan bahan baku hingga pemasaran. Pemerintah dan pemerintah daerah terus menjamin terwujudnya penyelenggaraan keamanan pangan di setiap rantai pasok pangan secara terpadu. 

Penerapan system jaminan mutu produk diterapkan dari mulai hulu hingga hilir, dari Good Breeding Practices (GBP), Good Farming Practices (GFP), Good Manufacturing Practices (GMP), Good Handling Practices (GHP), hingga Good Distribution Practices (GDP) untuk menjamin suplai pangan hewani yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) yang bernilai tambah dan berdaya saing. Ketut juga menambahkan bahwa untuk penjaminan produk ASUH, produk olahan hasil peternakan harus memiliki sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, Nomor Kontrol Veteriner dari Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan, dan ijin edar MD dari Badan POM, dengan kepemilikan sertifikat-sertifikat tersebut, produk dapat dipasarkan lebih luas dan lebih berdaya saing,"jelasnya.

Peningkatan Konsumsi Protein Hewani

Menurut Ketut, kebutuhan nutrisi pangan terutama protein hewani sangatlah penting untuk diperhatikan. Protein hewani mengandung asam amino tak tergantikan yang berfungsi sebagai zat pembangun dan mempengaruhi metabolisme tubuh. Kelebihan kandungan protein hewani adalah asam amino yang dikandungnya lengkap dengan daya serap dalam tubuh yang tinggi. Pangan hewani merupakan sumber berbagai zat gizi mikro yang penting bagi tumbuh, terutama untuk balita dan anak-anak, seperti zat besi, vitamin B12, dan zinc. Protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah telur dan daging ayam.

Ketut falam sambutannya menjelaskan bahwa sesuai data BPS, tingkat konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia tahun 2018 untuk daging ayam dan telur lebih tinggi bila dibandingkan konsumsi daging sapi, tingkat konsumsi daging ayam broiler tahun 2018 sebesar 11,5 kg/kapita/tahun, telur ayam 6,53 kg/kapita/tahun (125 butir/kapita/tahun), sedangkan konsumsi daging sapi hanya 2,5 kg/kapita/tahun, dan konsumsi susu 16,43 kg/kapita/tahun. Tingginya tingkat konsumsi tersebut antara lain karena daging ayam dan telur tersedia banyak (surplus), mudah didapat, mudah diolah dan harganya terjangkau. Namun demikian, tingkat konsumsi tersebut masih jauh lebih rendah dari negara tetangga seperti Malaysia yang konsumsi. (R/Rajendra)